Langsung ke konten utama

Saint Seiya; The Lost Canvas

The Lost Canvas, subjudul yang sangat tepat untuk Saint Seiya yang sudah tiga hari ini saya tonton. Saya dulu juga pernah menonton anime ini, hanya saja tidak saya ikuti dari awal. Dan ternyata awalnya sangat membuat saya sebal. Saya tidak terima. Persahabatan antara Tenma, Alone, dan Sasha sepertinya harus berakhir agar cerita Saint Seiya bisa berjalan.
Subjudul tersebut, saya paham kenapa memang dipilih -karena memang seharusnya begitu- sebab Alone yang merupakan seorang pelukis harus kehilangan dirinya sendiri untuk dijadikan tempat hidup Hades, seorang raja kegelapan. Juga Tenma dan Sasha yang harus kehilangan sahabat mereka sendiri. Saya tidak terima karena hal ini. Saya suka Alone yang sangat baik hati, kelewat baik hati. Suka dengan pirang dan biru matanya, sebab seperti Naruto.
Rasanya sedih sekali, saat gelang yang ada di tangan kanan Alone terputus. Apalagi melihat Tenma yang tidak bernyawa lagi  di tangan sahabatnya sendiri. Meski, mungkin di episode mendatang Tenma juga akan dihidupkan lagi atau apa pun itu.
Tapi, Alone tiba-tiba berubah beramnbut hitam. Juga matanya sudah tidak sebening dulu. Benar-benar Alone sudah berubah jadi Hades, ada tangis darah yang barangkali itu adalah perwujudan kesedihan Alone sendiri.
Saya juga suka dengan Tenma yang bersemangat. Meski ia ceroboh tapi dia tidak pernah putus asa, sama seperti Naruto juga. Saya jadi bertanya, apakah setiap tokoh utama dalam anime yang menjadi pahlawan pasti bersikap seperti itu? Luffy di One Piece juga begitu kan?
Lalu, Sasha. Satu perempuan yang menjadi sahabat keduanya ternyata adalah Athena. Mengetahui hal ini tentunya makin membuat saya tidak suka, kenapa harus Alone. Atau setidaknya kalau Alone tetap menjadi Hades ada sedikit konflik cinta seperti Alone menyukai Sasha. Dan cinta Sasha yang akan menyembuhkannya. Dan ini memang pemikiran remaja-remaja sebab saya sekarang entah kenapa ingin merubah genre action dalam anime ini menjadi cinta-cintaan yang barangkali saya sendiri yang menyukainya. Tapi, rasanya seperti dongeng-dongeng saja kalau ceritanya jadi demikian.
Baiklah, saya tidak tahu apakah anime-nya akan lama dan saya akan tetap mengikutinya. Tapi, setidaknya saya sudah sedikit tahu asal muasal alur cerita Saint Seiya; The Lost Canvas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: Ada “Lubang dari Separuh Langit” yang Dilihat Afrizal Malna

Novel yang keberadaanya sudah dikenal pada juli 2004 kembali lahir dengan wujud baru pada bulan September di tahun yang sama. Kepemilikannya sebenarnya sudah berada di dua tangan yang sebelumnya bernama Ira. Dan kini, buku karya Afrizal Malna ini telah berada di tangan saya sejak kemarin siang dan baru saja saya baca dan menyelesaikannya pagi ini (12/08). Detik yang menunjuk pada pukul 8.25 di tanah Yogyakarta pada pagi yang bising dengan suara hati yang penuh dengan tekanan dan rasa bersalah membuat saya sedikit terusik dalam fokus membacanya. Seperti biasanya, saya lebih suka novel dengan kehidupan sosial dan permasalahan negara yang memang masih sering terjadi di negara ini. Saya merasa beberapa penulis memang sengaja mengambil topik ini sebab ingin menyalurkan dan menyampaikan secara lebih sederhana dan mudah agar semua kalangan bisa memahami. Tentu lewat batas kasta dan kelas yang selama ini masih sering diagungkan di   negeri ini, barangkali seperti kata seorang tokoh ...

Bingkai Estetik; Melangkah Menuju Jurnalistik yang Estetik

“Fungsi tulisan adalah menyampaikan yang tidak bisa dikatakan.” Restu Ismoyo Aji             Memasuki ranah jurnalistik sastrawi atau yang diperkenalkan dan akan dijalani oleh lembaga pers mahasiswa kampus seni adalah jurnalisme yang estetik. Gagasan jurnalisme yang estetik berasal dari penanggungjawab lpm kampus kami, pak Koskow. Dengan pengantar sebuah tulisan miliknya, maka dikenalkan bahwa jurnalistik yang estetik adalah sebuah ajakan yang meskipun akan sulit untuk dipahami, mengutip dari tulisan beliau bahwa yang estetik adalah menunjuk pada praktik seni yang katakanlah di luar arus utama. Membaca kalimat tersebut, maka jurnalistik yang estetik bukan berati kalah dengan jurnalistik yang ada di luar sana namun memiliki gaya kepenulisan yang berbeda dan tentu dengan analisis yang mendalam pula.             Berkaitan dengan praktik seni yang ada, setiap orang din...

Film Action Drama

 Satu genre film yang menjadi tugas akhir semester Videografi 2, Action Drama . Genre ini tentu saja bersahabat sekali dengan adegan-adegan perkelahian yang merupakan salah satu daya tarik untuk memikat penonton. Tapi, sering kali saya melihat film dengan genre action drama pasti salah satu diantaranya yaitu untuk versi dramanya seringkali diabaikan. Meskipun tidak semua film demikian. proses pembuatan film dengan genre Action Drama ini sekitar kurang lebih seminggu untuk proses syutingnya sendiri. Ada beberapa masalah yang menjadi kendala dalam proses pembuatannya, tapi kami cukup bisa untuk mengatasinya. Sampai pada tiba waktunya untuk melakukan penayangan film kami dan juga film kelompok lainnya, pihak dosen memberikan komentar, tanggapan, dan juga pertanyaan yang sangat membangun dan tentu saja membuat menciut sebab beberapa pertanyaan terkadang tidak mampu kami jawab sesuai dengan teori. Hal ini saya pahami sebab kebanyakan diantara kami lebih suka melakukan praktek d...