“Fungsi
tulisan adalah menyampaikan yang tidak bisa dikatakan.”
Restu
Ismoyo Aji
Memasuki ranah jurnalistik sastrawi atau yang
diperkenalkan dan akan dijalani oleh lembaga pers mahasiswa kampus seni adalah
jurnalisme yang estetik. Gagasan
jurnalisme yang estetik berasal dari
penanggungjawab lpm kampus kami, pak Koskow. Dengan pengantar sebuah tulisan
miliknya, maka dikenalkan bahwa jurnalistik yang
estetik adalah sebuah ajakan yang meskipun akan sulit untuk dipahami,
mengutip dari tulisan beliau bahwa yang
estetik adalah menunjuk pada praktik seni yang katakanlah di luar arus
utama. Membaca kalimat tersebut, maka jurnalistik yang estetik bukan berati
kalah dengan jurnalistik yang ada di luar sana namun memiliki gaya kepenulisan
yang berbeda dan tentu dengan analisis yang mendalam pula.
Berkaitan dengan praktik seni yang ada, setiap orang
dinyatakan masih dalam tulisan yang sama bahwa pengetahuan ada beragam.
Mengingat kenyataan ini maka setiap orang akan bebas mengepresikan praktik seni
apalagi pelaku jurnalis berada di lingkup seni. Dan akan menciptakan sebuah hal
baru “tidak sebatas menempati ruang, ia menempati cara orang-orang mengingat
ruang”.
Dalam bingkai diskusi yang diadakan di Student Center
kampus seni yang nyatanya hanya dihuni oleh dua UKM ini, mempertemukan tulisan
milik Restu Ismoyo Aji –yang akan disebut sebagai Aji- dengan judulnya “Spanduk
yang Berteriak”. Dari tulisan ini penulis menyoba menjadi pihak yang tidak
memberikan ajakan untuk setuju dengan kelompok tertentu melainkan membebaskan
pembaca untuk mengambil keputusan sendiri. Pembahasan tulisan tersebut mengenai
spanduk-spanduk dari pendukung bola yang hanya menggunakan kain dan
ungkapan-ungkapan dukungan yang terkadang masih disebut sebagai sampah visual.
Aji dalam tulisannya memberikan tanggapan positif bahwa
hal tersebut merupakan upaya dari pendukung untuk menjadikan ruang publik
sebagai salah satu usaha untuk menyampaikan informasi termasuk dukungan kepada
pemain sepak bola andalannya. Sebab ia menyatakan bahwa adanya spanduk pasti
ada latar peristiwa di dalamnya. Tidak peduli seberapa tidak indahnya kata orang
spanduk yang ada, dalam tulisan Aji keindahan bagi mereka adalah jika mampu
bergerak secara partisipatoris mencoreti spanduk dengan bahasa yang paling
dekat tanpa peduli kaidah bahasa yang berlaku.
Sebenarnya masih terdapat dua tulisan lain, namun tidak
sempat saya membaca atau mendapatkan lemabarannya. Namun, ada
perbincangan-perbincnagan ringan ditemani air mineral dan kebersamaan, ada
sedikit hal yang bisa saya sajikan dalam tulisan ini. Perbincangan ini diawali
oleh cerita dari Natalia mengenai bagaimana cara menulis. Imbaunnya bahwa ketika
seseorang menulis perlu adanya dorongan hati, dengan begitu maka tulisan akan
mengalir begitu saja.
Menulis dapat dilatih dengan banyak hal salah satunya
adalah dengan membaca menemukan gaya tulisan yang dirasa paling nyaman dan
belajarlah untuk menulis seperti demikian. Selanjutnya, perhatikan apa yang
dituliskan. Ingatlah bahwa menulis adalah untuk orang lain, gunakanlah bahasa
yang mudah dipahami orang tanpa sok-sok kepintaran. Terakhir, percayalah dengan
tulisan kita!
Yogyakarta yang
mendung, 6 Desember 2014
Berjumpa
pada nama yang bisa membuat seulas senyum tumbuh di muka.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar Anda untuk memastikan bahwa Anda adalah manusia, bukan robot ataupun alien.