Langsung ke konten utama

Review: Logika Keilmuan



Logika acap kali dibicarakan oleh banyak orang dalam berbagai macam konteks yang berbeda-beda, mulai dari percakapan pribadi sampai dengan matematika. Mengenal kata logika maka kebanyakan akan dikaitkan dengan otak atau pikiran yang memiliki nilai sadar. Awal mula membincang logika dengan lebih dalam, ketika memasuki mata pelajaran Matematika pada kelas X sekolah menengah atas. Paling diingat mengenai rumus A-B dan B-C maka A=C. Ini semacam premis-premis yang menghasilkan kesimpulan. Sebenarnya untuk bab ini saya kurang begitu mengerti atau setidaknya tahu tapi belum begitu paham. Kemudian, buku dengan judul Logika Keilmuan karya Hidanul Ichwan Harun cukup menarik saya untuk membeli dan kemudian membacanya. Ketertarikan ini terkait pembahasan Logika yang terdapat dalam buku Mandilog milik Tan Malaka yang sudah sebagian saya baca meski belum bisa saya cerna. Ketertarikan ini muncul dan kemudian saya baca buku yang tidak tebal tersebut dengan hasil yang sebenarnya sama saja, saya masih kurang paham dengan logika. 

A dan non A. Barangkali hanya itu yang masuk dalam benak saya. Hampir sama ketika diajarkan pelajaran Matematika yang saya bisa ingat seperti ketika hari hujan maka Ani tetap berangkat sekolah, saya lupa bagian premisnya seperti apa. 

Logika Keilmuan akan mengajak kita memasuki sebuah kebenaran, karena logika adalah salah satu sarana untuk menemukan kebenaran menurut buku tersebut. Semua ilmu, teknologi, sampai filsafat memiliki hubungan.  Menjadi sebuah pengetahuan juga bahwa logika terbagi menjadi dua yaitu logika mayor untuk memperoleh pengetahuan dan logika minor untuk memperoleh kesimpulan.
Dengan adanya logika maka ada bagian manusia yang disebut berfikir. Proses berfikir ini akan memunculkan konsep yang selanjutkan akan menjadi sebuahh pernyataan dan akan menumbuhkan penalaran bagi siempunya. Dengan begitu seseorang akan mendapatkan pengetahuan yaitu mengetahui antara hubungan yang satu dengan yang lain.

Logika dan bukan logika. Bisa jadi itu akal dan hati, tapi entahlah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: Ada “Lubang dari Separuh Langit” yang Dilihat Afrizal Malna

Novel yang keberadaanya sudah dikenal pada juli 2004 kembali lahir dengan wujud baru pada bulan September di tahun yang sama. Kepemilikannya sebenarnya sudah berada di dua tangan yang sebelumnya bernama Ira. Dan kini, buku karya Afrizal Malna ini telah berada di tangan saya sejak kemarin siang dan baru saja saya baca dan menyelesaikannya pagi ini (12/08). Detik yang menunjuk pada pukul 8.25 di tanah Yogyakarta pada pagi yang bising dengan suara hati yang penuh dengan tekanan dan rasa bersalah membuat saya sedikit terusik dalam fokus membacanya. Seperti biasanya, saya lebih suka novel dengan kehidupan sosial dan permasalahan negara yang memang masih sering terjadi di negara ini. Saya merasa beberapa penulis memang sengaja mengambil topik ini sebab ingin menyalurkan dan menyampaikan secara lebih sederhana dan mudah agar semua kalangan bisa memahami. Tentu lewat batas kasta dan kelas yang selama ini masih sering diagungkan di   negeri ini, barangkali seperti kata seorang tokoh ...

Waktu Masih Berputar

 Oleh: Aifia A. Rahmah Satu detik yang lalu, seorang laki-laki tua yang telah tiga tahun silam menjadi pekerja parkir di salah satu mall ternama tercengang. Bola mata hitamnya terlampau fokus pada sebuah jam tangan bernama lelaki asing yang sulit ia eja, Michael Kors. Mahal dan berpenampilan seindah wanita dengan putih bernuansa. Entah siapa yang kehilangan atau sengaja meletakkannya di pos jaga. Yang jelas, saat ini laki-laki itu harus menjaganya. Sesiapapun barangkali akan kembali untuk mengambilnya. Lantas, tiba-tiba perhatiannya teralihkan. Jarum jam tangan yang ia genggang diam. Dua orang berjenis perempuan dengan pakaian kumal datang beriringan. Salah satu di antaranya terlihat telah berusia, yang lainnya masih begitu muda. Keduanya mencoba masuk ke dalam mall tempat kerjanya. Tapi, langkah mereka hanya terhenti tepat di depan dinding-dinding kaca yang menawarkan kemewahan metropolitan. Kedua perempuan itu terdiam. Cukup lama tanpa melakukan apa-apa. Tiba-tiba, ad...

Review: Nagabonar Asrul Sani dalam Kajian Sosiologi Sastra- Dedi Pramana

Nagabonar beberapa tahun silam pernah dibuat ulang menjadi sebuah film setelah kesuksesan pada film sebelumnya yang dibintangi oleh Dedy Mizwar. Film dengan latar budaya Batak yang ceplas ceplos dan lugu itu mampu menampilkan film satire khas Asrul Sani untuk menyampaikan pesannya.                 Film menjadi salah satu produk budaya populer yang merupakan budaya yang banyak diminati oleh masyarakat. Lain halnya dengan budaya pop yang berusaha membuat sesuatu yang buruk bisa menjadi baik atau sebaliknya sehingga budaya pop adalah budaya untuk menciptakan sesuatu yang berbeda. Ada pula budaya rakyat yaitu budaya yang berkembang di dalam masyarakat dan dinikmati oleh khalayak ramai pula.  Nagabonar                 Pengertian budaya tersebut berlaku pula pada sastra populer. Satra populer adalah sastra yang menjadi sele...