Langsung ke konten utama

Wardrobe dan Hair Do Kim Soo Hyun pada Drama Korea You Who Come From the Star




Budaya sudah tidak lagi menjadi hanya milik bangsa sendiri atau milik bangsa lain, budaya sudah mampu merambah keberbagai negara sebagai salah satu usaha untuk mengeksistensikan keberadaan negaranya serta sebagai promosi wisata. Salah satunya adalah  Korea Selatan yang menjadi salah satu negara yang tengah menggencarkan-gencarkan memasukan Hallyu ke berbagai negara termasuk Indonesia.
            Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang dengan sangat mudah mengucap selamat datang ketika budaya-budaya dari luar berdatangan dan kebanyakan  mulai menelantarkan budaya bangsanya sendiri. Kehadiran budaya Korea Selatan melalui musik dan dramanya menjadi salah satu budaya populer di kalangan masyarakat Indonesia khususnya wanita. Mengingat seperti tulisan yang terdapat pada Dedi Pramana pada penelitiannya mengenai Nagabonar Asrul Sani dalam Kajian Sosiologi Sastra bahwa budaya populer lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat wanita. Artinya, lebih menyukai hal-hal yang bersifat psikologi terlepas dari jenis kelamin wanita.
            Keberadaan drama Korea dan musik yang disajikan yang paling menonjol adalah aktor dan aktris yang tampan  dan cantik terlepas dari semua kelebihan yang lainnya. Salah satu televisi swasta Indonesia, Indosiar adalah yang paling sering menayangkan drama Korea Selatan. Di Korea Selatan sendiri banyak sekali peminat untuk drama-drama produksinya sendiri, salah satu drama yang baru-baru ini mendapatkan rating tinggi adalah You Who Come From the Star.
            Drama yang diperankan oleh Kim Soo Hyun ini mengangkat mengenai kisah asmara antara alien dengan manusia yang bekerja sebagai artis kawakan di Korea Selatan. Drama ini terdiri dari 21 episode. Hasil seni populer ini tentu tidak terlepas dari konfliknya yang cukup sederhana dan steriotipe terkait percintaan segi empat yang memang sangat sering digunakan sebagai konflik dalam drama-drama Korea Selatan. Realitas yang disajikan tentu saja tidak seperti realitas yang ada pada kenyataan, meskipun beberapa diantara –mungkin- memang seperti kehidupan di Korea Selatan sendiri terkait dengan kehidupan artis ataupun konflik persahabatan dan keluarga yang turut melengkapi plot dalam drama You Who Come From the Star.
            Cerita yang disajikan tidak akan memiliki daya tarik tanpa adanya artistik berupa wardrobe dan hair do. Pakaian yang dikenakan dengan ukuran zaman yang telah dilalui oleh tokoh utama dari zaman Jeoseon sampai masa sekarang dapat dibedakan. Pada zaman Jeosen penggunaan pakaian menggunakan baju tradisional Korea Selatan dan untuk zaman sekarang dapat dilihat sesuai dengan pakaian yang sering dilihat diberbagai jenis drama.

 
Kim Soo Hyun zaman Joseon

Kim Soo Hyun Masa Sekarang














                      
Pakaian yang dikenakan oleh Kim Soo Hyun aka Do Min Joon pada saat alur mundur juga disesuaikan dengan masanya untuk membedakan dengan berbagai pakaian yang dikenakan masa sekarang. Selain pakaian yang terlihat formal dan beberapa yang sengaja menggunakan cardigan atau kaos dengan leher V, aktor utama menggunakan sepatu tali seperti sepatu olahraga dan juga sendal pada saat berada di lingkungan rumah.
Tidak berbeda dengan pemilihan gaya rambut yang digunakan oleh Kim Soo Hyun. Serta style berpakaian yang mengikuti perkembangan zaman sehingga menampilkan Soo Hyun dengan berbagai gaya fashion yang bertujuan untuk membedakan dirinya dari masa ke masa sebab wajahnya tidak berubah meskipun telah hidup selama 400 tahun sebagai alien di bumi.
Perlu diperhatikan pula, apabila orang awam yang belum begitu mengenal aktris atau aktor Korea Selatan akan sedikit sulit membedakan antara si A dan si B. Mengingat wajah-wajah mereka sedikit mirip –atau satu dokter (?)-. Ditambah lagi penggunaan style rambut juga disamakan untuk tokoh utama dan tokoh pendukung.


 
Kim Soo Hyun pemeran Utama

Adik Cheon Song Yi

Lee Heu Kyung






Style rambut yang dipilih barangkali memang sedang populer di Korea Selatan pada saat drama tersebut di produksi. Namun, ada baiknya jika penggunaan style tersebut tidak diberikan kepada aktor protagonis serta jajarannya meskipun beberapa aktor yang sifatnya antagonis menggunakan style rambut yang sedikit berbeda.
Budaya populer menjadi sangat terlihat untuk drama-drama Korea Selatan, terlihat dari penggunaan aktor dan aktris yang tampan dan cantik dan dalam adegan yang seharusnya tanpa make up pun wajahnya tetap ber-make up, seperti pemeran wanita ketika bangun tidur masih menggunakan eyeliner. Kekuatan karakternya menjadi kurang terbangun meskipun aktris atau aktornya melakukan acting dengan bagus.
Dengan demikian, kekuatan drama di Korea Selatan memang menekankan pula pada warddrobe dan make up tetapi karena terlalu mengutamakan agar aktor atau aktrisnya tampil cantik dan tampan membuat karakter tokoh menjadi berkurang meskipun didukung dengan acting yang mumpuni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: Ada “Lubang dari Separuh Langit” yang Dilihat Afrizal Malna

Novel yang keberadaanya sudah dikenal pada juli 2004 kembali lahir dengan wujud baru pada bulan September di tahun yang sama. Kepemilikannya sebenarnya sudah berada di dua tangan yang sebelumnya bernama Ira. Dan kini, buku karya Afrizal Malna ini telah berada di tangan saya sejak kemarin siang dan baru saja saya baca dan menyelesaikannya pagi ini (12/08). Detik yang menunjuk pada pukul 8.25 di tanah Yogyakarta pada pagi yang bising dengan suara hati yang penuh dengan tekanan dan rasa bersalah membuat saya sedikit terusik dalam fokus membacanya. Seperti biasanya, saya lebih suka novel dengan kehidupan sosial dan permasalahan negara yang memang masih sering terjadi di negara ini. Saya merasa beberapa penulis memang sengaja mengambil topik ini sebab ingin menyalurkan dan menyampaikan secara lebih sederhana dan mudah agar semua kalangan bisa memahami. Tentu lewat batas kasta dan kelas yang selama ini masih sering diagungkan di   negeri ini, barangkali seperti kata seorang tokoh di d

Antologi Ke-8; Ketika Cinta Bersemi

Masih dengan latar Jepang, ini adalah naskah ke dua saya yang berhasil masuk menjadi sebuah buku bersama naskah-naskah keren lainnya yang berlatar berbeda tetapi dengan musim yang sama; Semi. Saya ingat betul Penerbit Alif Gemilang Pressindo mengadakan lomba kisah cinta pada musim semi, tentunya dengan latar luar negeri. Saya sudah tertarik sekali. Sebab ada satu cerita yang tiba-tiba melintas di otak saya ketika membaca pengumuman event tersebut pertama kali. Saya sudah paham bahwa saya sampai saat ini belum bisa mengisahkan negeri lain selain Jepang. Sebab untuk beberapa hal saya hanya tahu menahu tentang Negeri Sakura tersebut. Padahal, mungkin kalau sekarang orang semacam dan seusia saya bisa jadi sangat menyukai Korea. Tapi, tidak begitu dengan saya. Yah, karena sudah pasti bahwa sejak awal saya hampir-hampir bermimpi untuk bisa kuliah atau hanya sekadar menginjakkan kaki di Negeri Matahari Terbit tersebut. Dan pada akhirnya, tentu saja saya hanya bisa mengambil latar Jepang seb

Saint Seiya; The Lost Canvas

The Lost Canvas , subjudul yang sangat tepat untuk Saint Seiya yang sudah tiga hari ini saya tonton. Saya dulu juga pernah menonton anime ini, hanya saja tidak saya ikuti dari awal. Dan ternyata awalnya sangat membuat saya sebal. Saya tidak terima. Persahabatan antara Tenma, Alone, dan Sasha sepertinya harus berakhir agar cerita Saint Seiya bisa berjalan. Subjudul tersebut, saya paham kenapa memang dipilih -karena memang seharusnya begitu- sebab Alone yang merupakan seorang pelukis harus kehilangan dirinya sendiri untuk dijadikan tempat hidup Hades, seorang raja kegelapan. Juga Tenma dan Sasha yang harus kehilangan sahabat mereka sendiri. Saya tidak terima karena hal ini. Saya suka Alone yang sangat baik hati, kelewat baik hati. Suka dengan pirang dan biru matanya, sebab seperti Naruto. Rasanya sedih sekali, saat gelang yang ada di tangan kanan Alone terputus. Apalagi melihat Tenma yang tidak bernyawa lagi  di tangan sahabatnya sendiri. Meski, mungkin di episode mendatang Tenma juga