Langsung ke konten utama

Tuhan Bebas Memilih Siapa Saja Menjadi Perantara Pertolongan-Nya


Manusia tidak akan pernah menjadi sempurna, atau sesempurnanya manusia itu di hadapan manusia lain  hanya sebatas intuisi hati untuk meyakinkan bahwa ialah orang yang tepat. Sebab pada hakekatnya manusia bukan makhluk yang memiliki sifat itu. Hanya Tuhan di singga sana-Nya yang memiliki kesempurnaan yang tiada tara.
Kesalahan sering pula terdengar di telinga sebagai bagian dari manusia yang tidak pernah bisa dielakkan. Entah karena kesadaran maupun ketiadaannya. Sebab sebenarnya tidak ada kegelapan. Ia hanya ketiadaan cahaya pada suatu ruang dimana mata tidak sanggup melihat. Lantas, bagaimana dengan manusia yang memiliki kesalahan? Sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan ada pada manusia, melainkan belum adanya hal yang benar dalam diri seseorang. Kesalahan atau kegelapan sebatas kata untuk memudahkan bahasa.
Biasanya kesalahan-kesalahan tersebutlah yang menjadi kambing hitam dalam sebuah permasalahan, padahal barangkali itu bukan kesalahan hanya ketidaksengajaan. Itu bukan suatu perlindungan atau pertahanan dengan benteng alasan. Hanya saja, seseorang terkadang harus menerima sebuah alasan setidak logis suatu alasan tersebut. Pada akhirnya, hal yang paling mulia dan tulus hanya sebatas maaf yang bisa mewakili segalanya.
Pada kenyataannya memafkan orang tidak semudah membalikkan telapak tangan, pun dengan meminta maaf terkadang juga tak semudah mengedip mata. Itu semua tentu beralasan juga. Dan tidak semua alasan berlaku buruk di dalamnya. Sebab sifat orang berbeda-beda. Sebab menanggapi seseorang tidak akan selalu sama. Dan manusia tidak semuanya mampu membaca bahasa selain kata atau wacana. Sesuatu terkadang memang perlu untuk dikatakan. Diungkapkan.
Meski pada hakekaknya ketika hati sudah terluka, pasti akan meninggalkan bekas juga. Tapi, jika seseorang bisa setulus untuk memudarkan rasa sakit itu, nisacaya akan ada kedamaian di hati semua orang.
Dan sebenarnya dari mana munculnya rasa sakit itu? Itu banyak sebab. Salah satunya adalah ketidak peduliaan seseorang terhadap manusia lain. Tapi, perlu diingatkan suatu tindakan pasti mempunyai alasan sendiri, meski terkadang tidak disadari dan perlu digarisbawahi bahwa tidak semua alasan itu buruk.
Sama halnya ketika suatu peristiwa buruk menimpa orang di sekitar, orang terdekat. Tapi, seseorang pun memiliki keterbatasan karena ketidaksengajaan, hingga orang tersebut tidak menolong orang terdekatnya. Tau kah, bahwasanya terkadang orang yang terlihat tidak memedulikan, mungkin ia termasuk orang yang selalu mendoakan dalam diamnya. Lantas, Tuhan yang selalu menjadi pendengar segala resah dan gundah hamba-Nya-lah yang memilih seseorang untuk menolong manusia.
Di langit sana, Ia tidak pernah pandang bulu dalam memilih orang untuk melakukan kebaikan. Ia pulalah yang membolak-balikkan hati seseorang. Bagaimana pun hidup berhadapan dengan manusia lain, bukan hal yang mudah. Sebab hati manusia rapuh adanya. Sebab seperti yang semua orang bicarakan bahwa manusia tidak pernah luput dari dosa. Tapi, adakah yang pernah menyadari bahwa dengan demikian, manusia lebih banyak memiliki kesempatan untuk dipeluk Tuhan. Diingatkan tanpa bentakan. Melainkan dengan kasih sayang yang melebihi apa pengertiannya sendiri. Tentu dengan caranya yang tidak pernah bisa disangka-sangka. Sebab manusia memiliki keterbatasan. Maka Tuhan bebas memilih siapa saja menjadi perantara kasih sayangnya.
Yogyakarta, 25 Oktober 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: Ada “Lubang dari Separuh Langit” yang Dilihat Afrizal Malna

Novel yang keberadaanya sudah dikenal pada juli 2004 kembali lahir dengan wujud baru pada bulan September di tahun yang sama. Kepemilikannya sebenarnya sudah berada di dua tangan yang sebelumnya bernama Ira. Dan kini, buku karya Afrizal Malna ini telah berada di tangan saya sejak kemarin siang dan baru saja saya baca dan menyelesaikannya pagi ini (12/08). Detik yang menunjuk pada pukul 8.25 di tanah Yogyakarta pada pagi yang bising dengan suara hati yang penuh dengan tekanan dan rasa bersalah membuat saya sedikit terusik dalam fokus membacanya. Seperti biasanya, saya lebih suka novel dengan kehidupan sosial dan permasalahan negara yang memang masih sering terjadi di negara ini. Saya merasa beberapa penulis memang sengaja mengambil topik ini sebab ingin menyalurkan dan menyampaikan secara lebih sederhana dan mudah agar semua kalangan bisa memahami. Tentu lewat batas kasta dan kelas yang selama ini masih sering diagungkan di   negeri ini, barangkali seperti kata seorang tokoh di d

Antologi Ke-8; Ketika Cinta Bersemi

Masih dengan latar Jepang, ini adalah naskah ke dua saya yang berhasil masuk menjadi sebuah buku bersama naskah-naskah keren lainnya yang berlatar berbeda tetapi dengan musim yang sama; Semi. Saya ingat betul Penerbit Alif Gemilang Pressindo mengadakan lomba kisah cinta pada musim semi, tentunya dengan latar luar negeri. Saya sudah tertarik sekali. Sebab ada satu cerita yang tiba-tiba melintas di otak saya ketika membaca pengumuman event tersebut pertama kali. Saya sudah paham bahwa saya sampai saat ini belum bisa mengisahkan negeri lain selain Jepang. Sebab untuk beberapa hal saya hanya tahu menahu tentang Negeri Sakura tersebut. Padahal, mungkin kalau sekarang orang semacam dan seusia saya bisa jadi sangat menyukai Korea. Tapi, tidak begitu dengan saya. Yah, karena sudah pasti bahwa sejak awal saya hampir-hampir bermimpi untuk bisa kuliah atau hanya sekadar menginjakkan kaki di Negeri Matahari Terbit tersebut. Dan pada akhirnya, tentu saja saya hanya bisa mengambil latar Jepang seb

Saint Seiya; The Lost Canvas

The Lost Canvas , subjudul yang sangat tepat untuk Saint Seiya yang sudah tiga hari ini saya tonton. Saya dulu juga pernah menonton anime ini, hanya saja tidak saya ikuti dari awal. Dan ternyata awalnya sangat membuat saya sebal. Saya tidak terima. Persahabatan antara Tenma, Alone, dan Sasha sepertinya harus berakhir agar cerita Saint Seiya bisa berjalan. Subjudul tersebut, saya paham kenapa memang dipilih -karena memang seharusnya begitu- sebab Alone yang merupakan seorang pelukis harus kehilangan dirinya sendiri untuk dijadikan tempat hidup Hades, seorang raja kegelapan. Juga Tenma dan Sasha yang harus kehilangan sahabat mereka sendiri. Saya tidak terima karena hal ini. Saya suka Alone yang sangat baik hati, kelewat baik hati. Suka dengan pirang dan biru matanya, sebab seperti Naruto. Rasanya sedih sekali, saat gelang yang ada di tangan kanan Alone terputus. Apalagi melihat Tenma yang tidak bernyawa lagi  di tangan sahabatnya sendiri. Meski, mungkin di episode mendatang Tenma juga